The Great Wall: Hasil Kolaborasi Dunia Barat dengan Timur
4 min read
Penulis: Kama Adritya
TeknoVue, Jakarta – Di dunia perfilman, Hollywood dari Amerika memang selalu yang terkenal paling glamor dan paling banyak menghabiskan uang dalam produksinya. Namun, film dari Hollywood jugalah yang paling banyak menghasilkan uang. Karena lokasi Amerika yang berada di dunia barat, maka bisa dibilang Hollywood adalah representatif dari dunia barat.
Sedangkan di belahan dunia lain, juga terdapat raksasa perfilman yang tak kalah produktif dengan Hollywood. Film-film Cina yang umumnya berasal dari Hongkong juga telah menelurkan talenta-talenta ternama yang bahkan juga sudah mencapai Hollywood. Biasanya film-film dari Timur ini memiliki keterbatasan dana, mereka juga lebih berani dalam menampilkan aksi laga dan seni khas dari Timur.
Oleh karena itu, setiap kali ada kolaborasi antara Hollywood dan Hongkong, maka ekspektasi terhadap film tersebut akan menjadi sangat tinggi. Begitupula dengan film The Great Wall ini, di mana film ini merupakan hasil kolaborasi tersebut. Terlebih lagi, film ini mengusung cerita tentang monumen paling terkenal dari negeri Tiongkok. Yaitu, Great Wall atau Tembok Besar yang menjadi salah satu keajaiban dunia karena panjangnya yang mencapai 21.196 km dan bahkan bisa dilihat dari Bulan sekalipun.
Film ini menceritakan salah satu legenda dongeng yang terkait dengan monumen ini. Sayangnya, cerita dengan monumen bersejarah ini terasa kurang megah dan terkesan asal ada. Hanya sekadar agar ada alasan untuk membuat film kolosal dengan tokoh dari Barat sebagai tokoh utamanya. Tokoh dari Barat ini juga yang terasa janggal untuk film yang bercerita tentang Tembok Besar di Tiongkok.
Matt Damon bermain sebagai seorang tentara bayaran bernama William dengan sahabatnya bernama Pero Tovar (Pedro Pascal yang tekenal lewat karakter Oberyn di Game of Throne). Mereka bersama sekelompok orang dikisahkan berkelana ke Tiongkok demi mencari bubuk mesiu yang terkenal untuk dijadikan senjata. Di tengah perjalanan mereka dalam mencari bubuk tersebut, mereka harus menghindari kejaran dari perompak. Sampai akhirnya mereka bertemu makhluk tak dikenal dan terpaksa lari hingga mencapai Tembok Besar.
Dari sinilah legenda dongeng di mulai, alkisah tembok ini dibangun demi membendung serangan dari makhluk ganas yang selalu menyerang setiap 60 tahun sekali selama ratusan tahun ini. Itu saja. Sesederhana itulah jalan cerita dari film ini. Tidak ada penjelasan yang lebih detail ataupun kaitan terhadap sejarah asli dari tembok tersebut. Atau bahkan tidak ada kaitannya sama sekali dengan mitos yang memang sudah ada. Penjelasannya hanya menjelaskan bahwa makhluk ini datang setelah meteor jatuh, dan makhluk ini bertambah banyak seiring dengan makin banyaknya makanan yang dikonsumsi oleh sang ratu.
Memang ada beberapa twist kecil, tapi tidak terlalu menjelaskan kenapa pertempuran ini bisa sampai memakan waktu ratusan tahun. Plot cerita hanya bilang tidak bisa, maka tidak bisa tanpa ada penjelasan mengapa tidak bisa. Hal ini menyebabkan jalan ceritanya terkesan malas dan asal-asalan. Sehingga dari segi cerita tidak terlalu menarik untuk diikuti.
Satu lagi hal yang terasa janggal adalah kehebatan William sebagai seorang barat di negeri timur. Alkisah ratusan orang tentara khusus dari Tiongkok yang sudah ratusan tahun memerangi para makhluk ini masih kalah sakti dengan seorang tentara biasa dari dunia barat. William digambarkan sebagai seorang ahli panah ala Legolas, sehingga diceritakan sebagai seorang sakti yang dapat mengubah arah peperangan dengan para monster ini. Jangan harap ada seorang Wong Fei Hung ataupun tokoh silat sakti dari pihak Tiongkok. Karena jika seorang ahli panah saja bisa membuat mereka semua terkagum-kagum, berarti tidak ada tempat bagi seorang Wong Fei Hung di dunia kolaboratif ini.
Zang Yimou yang menjadi sutradara dari film ini terkenal lewat karyanya seperti Hero dan House of The Flying Dagger. Keduanya adalah film timur yang diterjemahkan ke dunia barat. Keduanya meraih sukses, terutama berkat sinematografinya dan keindahan adegan aksinya. Sayangnya pada film The Great Wall ini, kehebatan Zang Yimou tidak terlihat. Memang masih ada adegan kolosal artistik saat pasukan-pasukan bersiap menghadang serangan dari para monster. Terutama karena para pasukan tersebut dihadirkan dengan warna-warni sesuai dengan jenis pasukan masing-masing. Sekilas bahkan pasukan ini terlihat seperti pasukan Power Ranger dengan warna-warninya ketimbang seperti pasukan perang. Meskipun terlihat unik dan keren, sayangnya fungsi dari macam-macam pasukan ini terlihat konyol dan tidak berguna saat berhadapan dengan para monster tersebut.
Adegan peperangannya itu sendiri meski dibuat epik, namun terasa sempit. Meski ditonton di layar IMAX yang lebar, namun karena Zang Yimou banyak mengambil adegan close up, adegan-adegannya terasa kecil dan tidak kolosal. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh budget, terutama karena para monster tersebut dibuat dengan CG animasi yang tentunya tidaklah murah. Apalagi jumlahnya yang masif, tentunya akan semakin mahal pula ongkos membuat animasinya. Ditambah lagi, sebagai seorang cineas dari Hongkong yang terbiasa dengan budget terbatas, membuat Zang Yimou tidak optimal dalam menampilkan adegan kolosal penuh animasi CG dan keterbatasan dengan peraturan stuntman dengan asuransi yang mahal ala Hollywood.
Akhir kata, sebagai sebuah film hasil kolaborasi antara dunia barat dan timur, The Great Wall terasa sedikit mengecewakan. Untuk penonton yang terbiasa dengan film Hollywood, film ini mungkin akan terasa terlalu ringan dan kurang epik. Sedangkan untuk penonton yang terbiasa dengan film Tiongkok, film ini juga terasa terlalu didominasi oleh tokoh Barat dan cerita legendanya tidak seperti cerita legenda dari Tiongkok yang terkenal. Sehingga, bagi film dari dua dunia ini akan terasa mengecewakan untuk keduanya.
PEMAIN:
Matt Damon – William Garin
Pedro Pascal– Pero Tovar
Tian Jing – Commander Lin
Andy Lau – Strategist Wang
Willem Defoe – Mercenary
SUTRADARA:
Zang Yimou
KOMPOSER MUSIK:
Ramin Djawadi
PENULIS CERITA:
Max Brooks, Edward Zwick, Marshall Herkowitz
SPEC:
Durasi – 104 menit
Rating – Dewasa (Ada adegan kekerasan peperangan)
Suara: Auro 11.1
Visual: IMAX 3D, 3D, 2D, 2.35:1
After Credit: Tidak Ada.